Sabtu, 24 Maret 2012

Strategi Pemilihan Perlakuan Risiko

Terdapat beberapa strategi dalam pemilihan perlakuan risiko, antara lain:

1.  Menghindari risiko

Merupakan upaya meniadakan risiko sepenuhnya dengan tidak melakukan kegiatan / aktivitas tertentu dalam proyek yang diperkirakan memiliki risiko di luar batas toleransi perusahaan.

Saat terbaik untuk menghindari risiko adalah pada saat awal proyek akan dikerjakan, misalnya risiko akibat pembebasan lahan atau pengadaan tanah.


Yang perlu menjadi catatan penting adalah proses asessmen risiko.

Awalnya risiko tersebut dapat diterima oleh Tim Proyek, ternyata pada saat terjadi dampaknya lebih besar dari estimasi semula, dimana hal ini disebabkan oleh kurang detailnya assesmen di awal.

Hal ini akan mengakibatkan proyek merugi. Di sisi lain, jika proyek menunda atau membatalkan kegiatan tersebut akan menimbulkan dampak biaya yang tinggi.


 2.  Berbagi risiko (risk sharing)

Ingatlah bahwa risiko itu bisa dibagi, dengan tujuan untuk memindahkan sebagian risiko ke individu / pihak lain.

Memindahkan risiko tidak berarti mengurangi tingkat kegawatan & pengawasan risiko, namun hanya memindahkan ke pihak lain saja, dan harus disadari bahwa pada akhirnya dampak risiko tetap pada "principal risk owner". Misalnya, keterlambatan proyek & kemungkinan adanya additional cost.

Teknik dalam melakukan risk sharing yaitu asuransi, pekerjaan yang di subkon-kan, outsourcing, financial agreement, dan joint operation.

Dalam kegiatan risk sharing, kita akan melibatkan pihak lain sehingga perlu dipertimbangkan bagaimana kemampuan pihak lain tersebut dalam mengelola risiko, kejelasan tujuan & sasaran para pihak, konteks risiko, dan efektivitas biayanya.

3.  Eliminasi Risiko melalui upaya mitigasinya

Merupakan perlakuan risiko yang bertujuan untuk mengurangi risiko. Bentuk pengurangannya berupa eliminasi peluang terjadinya risiko, eliminasi kerugian yang diakibatkan jika risiko itu terjadi, dan diversifikasi risiko (jangan menempatkan semua telur dalam 1 keranjang).

Beberapa teknik dalam Eliminasi Risiko melalui upaya mitigasinya yaitu menggunakan diagram Ishikawa (diagram sebab akibat), FMEA, dan tindakan pengendalian berupa review oleh manajemen puncak, review oleh atasan, pemisahan tugas & tanggungjawab, pemeriksaan secara fisik, monitoring KPI, dan training untuk meningkatkan skill PIC ManRisk.


4.  Penerimaan Risiko (risk acceptance)

Risiko harus diterima jika sudah tidak tersedia alternatif lainnya untuk menghindari risiko, berbagi risiko, ataupun eliminasi risiko.


Penerimaan risiko dikenal dengan penyerapan risiko, risiko yang ditolerir, retensi risiko, dan sisa risiko.

Namun terdapat beberapa pertimbangan dalam melakukan Strategi Penerimaan Risiko, yaitu:

a. Tentukan pilihan yang tepat terhadap risiko yang akan diterima.

Apakah semua pilihan risiko telah dikaji dengan cermat ?? apakah memang sudah tidak ada alternatif perlakuan risiko lainnya ??

b. Perhatikan waktu & kondisi di proyek.

Perlu dilakukan monitoring & review secara proaktif untuk memantau arah perubahan yang terjadi.

c. Kemampuan proyek dalam menyerap risiko.

Harus dipastikan bahwa risiko yang akan diserap merupakan risiko tunggal yang tidak memiliki rentetan risiko lainnya. Misalnya, keputusan project suspend akan berdampak pada reputasi perusahaan & keselamatan kerja karyawan.

Evaluasi Risiko

(disadur dari buku ManRisk berbasis ISO 31000, hal.167, penerbit PPM, 2011).

A.  Pendahuluan 

Evaluasi risiko akan membantu proses pengambilan keputusan berdasarkan hasil dari analisis risiko.

Proses yang ada dalam evaluasi risiko akan menentukan risiko mana saja yang membutuhkan mitigasi khusus dan bagaimana prioritas mitigasinya. Hasil dari evaluasi risiko akan menjadi inputan bagi proses penentuan rencana tindaklanjut (mitigasi).


Sifat dari keputusan yang akan diambil & kriteria yang akan digunakan dalam pengambilan keputusan, sebaiknya telah ditetapkan pada tahap penyusunan konteks, dan perlu ditinjau kembali pada tahap evaluasi ini.

B.  Kriteria Evaluasi Risiko

Kriteria dalam pengambilan keputusan harus konsisten dengan konteks eksternal, internal, dan manajemen risiko yang telah didefinisikan.

Juga harus memperhatikan tujuan / sasaran proyek, tujuan pengelolaan risiko, dan tanggapan tim manajemen.

Keputusan dalam mengevaluasi berdasarkan pada peringkat risiko yang telah diperoleh dari hasil analisis risiko, juga dapat didasarkan atas nilai ambang yang ditetapkan sesuai dengan:
a.  Tingkat dampak yang telah ditentukan
b.  Kemungkinan timbulnya suatu kejadian tertentu
c.  Efek kumulatif dari beberapa kejadian
d.  Rentang ketidakpastian terhadap tingkat-tingkat risiko

Analisis Risiko


Analisis Risiko merupakan upaya untuk memahami risiko lebih detail.

Dimana nantinya hasil dari analisis risiko ini menjadi inputan dalam aktivitas evaluasi risiko dan proses pengambilan keputusan mengenai mitigasi terhadap risiko tersebut.


Analisis risiko memandang 2 aspek yaitu dampak & kemungkinannya (probabilitas).

Sementara itu, tingkat risiko akan ditentukan oleh kombinasi dari dampak & probabilitas.

Skala risiko yang digunakan harus konsisten dengan kriteria risiko yang telah ditetapkan sebelumnya.

Tips & Trik Agar Manajemen Risiko Berjalan Efektif

Risiko yang ada di proyek jika tidak dikelola dengan baik, maka proyek terancam gagal dalam pelaksanaannya. 

Sebaliknya bahwa risiko yang dikelola dengan baik akan mendatangkan keuntungan bagi proyek, baik keuntungan Materil maupun Non Materil.

Berikut ini tips & trik agar ManRisk berjalan efektif: 


a. ManRisk harus terintegrasi (menyatu) kedalam Proses Kerja Proyek sejak awal pelaksanaan pekerjaan
ManRisk itu merupakan suatu aktifitas pengendalian risiko yang harus terintegrasi dengan proses kerja proyek sejak awal. Jika proyek kita adalah EPC, maka ManRisk harus ada dalam kegiatan Engineering, Procurement, dan Construction secara overall. Sehingga, dampak risiko yang muncul dalam proses-proses kerja tersebut dapat di-mitigasi secara cepat & tepat.

b. Lakukan identifikasi risiko sejak awal

Hal pertama yang harus dilakukan Tim Proyek dalam implementasi ManRisk adalah mengidentifikasi risiko di setiap Fungsi Kerja (section) dengan melibatkan semua anggota tim. Risiko yang diidentifikasi haruslah risiko yang memiliki "ancaman potensial" terhadap keuntungan proyek. Jangan sampai risiko  itu menggerus margin keuntungan proyek. 


Teknik yang dapat digunakan dalam identifikasi risiko antara lain:
  • Brainstorming & interview dengan semua PIC di Fungsi Kerja yang ada di proyek.
  • Gunakan dokumen-dokumen sebelumnya dari proyek sejenis yang disesuaikan dengan kondisi proyek saat ini. 
c. Bersahabatlah dengan risiko, sampaikan risiko yang ada, dan pahamilah bahwa tidak semua risiko itu berdampak negatif bagi pelaksanaan proyek

Ketika risiko mulai terjadi & diketahui oleh PIC di suatu Fungsi Kerja, kadang-kadang risiko itu tidak disampaikan kepada Manajer Proyek. Padahal "keterbukaan komunikasi" dalam pelaksanaan pekerjaan di proyek sangat diperlukan demi menciptakan suasana kerja yang saling mendukung. 


Apapun bentuk risiko itu sejak awal harus disampaikan & dikomunikasikan kepada MP. Penanganan risiko sejak awal akan jauh lebih baik. Sehingga tim proyek harus mampu mengindentifikasi risiko & memitigasi secara kontinyu, dengan cara dibahas dalam Rapat Kerja Proyek secara sistematis & berkala.
Menjadi sangat penting diingat bahwa risiko tidak semuanya berdampak negatif bagi proyek. Misalnya, secara kontraktual terdapat risiko yang tidak bisa dikendalikan seperti "faktor cuaca & Act of God", maka risiko ini bisa menjadi keuntungan bagi proyek dalam mendapatkan Addendum Perpanjangan Waktu (extention of time). 

Selain itu, kelangkaan bahan baku atau material yang merupakan item pekerjaan kurang juga dapat menjadi peluang untuk memperbaiki "performance biaya proyek" jika dikelola dengan baik.


d.  Pastikan bahwa semua Risiko telah di-share ke pihak yang tepat
Prinsip dasar dalam mengelola risiko adalah bahwa semua risiko itu telah didistribusikan kepada pihak lain secara tepat. Risiko itu tidak boleh diatasi  sendiri oleh Tim Proyek. 

Ingatlah bahwa risiko juga bisa di share kepada pihak lain. Meskipun demikian, jenis risiko yang akan di-share harus dianalisa terlebih dahulu perihal "tanggung jawab penanganannya", dimana pihak proyek tetap terlibat dalam mengelola risiko tersebut. 

Misalnya, risiko kenaikan harga material & bahan baku yang seringkali dialihkan kepada supplier. Jika risiko ini tidak dianalisa terlebih dahulu justru akan menjadi boomerang (bom waktu) bagi tim proyek. Sebab apabila kenaikan harga benar-benar terjadi, biasanya supplier akan mundur, atau mengganti jenis material dengan spek yang lebih rendah atau tetap meminta kenaikan harga. 

Ketika ini sudah terjadi, maka tidak hanya dampak biaya yang akan diderita, tapi juga keterlambatan waktu dan kualitas mutu bahan yang rendah.

Sehingga hal terbaik yang dapat dilakukan adalah menerapkan sistem "kontrak payung" untuk pembelian beberapa material & bahan baku. Selain itu, tim proyek juga dapat "mengkoordinasi kinerja" antara Engineering & Procurement dalam menghasilkan List Material (BoQ) yang fixed. 

Keterkaitan Antara Sistem Pengendalian Internal & Manajemen Risiko

ManRisk sangat berkaitan erat dengan Pengendalian Internal, walaupun dalam perkembangannya ManRisk menjadi "lebih besar" daripada sistem Pengendalian Internal itu sendiri.

Pada tahun 1992, The Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commision (COSO) di AS menerbitkan panduan yang dikenal dengan Internal Control - Integrated Framework (IC) yang memiliki 5 kerangka kerja berikut ini:
(disadur dari buku Manajemen Risiko Berbasis ISO 31000 untuk industri non-perbankan, hal 8-9, penerbit PPM, Jakarta, 2011):


  1. Lingkungan pengendalian perusahaan yang merupakan landasan bagi komponen pengendali internal lainnya
  2. Pengkajian & pengelolaan resiko usaha
  3. Aktivitas pengendalian yang dilaksanakan di setiap tingkatan struktur perusahaan
  4. Sistem informasi & komunikasi
  5. Monitoring 
Ke-5 butir tersebut diadopsi sepenuhnya dalam Keputusan Menteri BUMN No.117/2002 tentang Penerapan Praktik GCG pada BUMN pasal 22. Dengan demikian, sebenarnya semua BUMN wajib menerapkan Sistem Pengendalian Internal ini.
 
ManRisk semakin terkenal di AS, sehingga COSO menjawabnya dengan mengembangkan panduan IC menjadi ERM (Enterprise Risk Management - Integrated Framework) pada 2004 yang terdiri dari:
a.  Internal environment
b.  Objective setting
c.  Events identification
d.  Risk assesment
e.  Risk response
f.  Control activities
g.  Information & communication
h.  Monitoring 

Uraian di atas menunjukkan bahwa perkembangan ManRisk di AS tidak terlepas dari keberadaan Sistem Pengendalian Internal.

So, bagaimana dengan Indonesia ?? Kita berdoa semoga percaturan bisnis di Indonesia akan memiliki Sistem Pengendalian Internal yang terintegrasi, demi kuatnya "daya saing" Indonesia di kancah bisnis Internasional. Amin.

Jumat, 23 Maret 2012

Mengenal & Memahami Manajemen Risiko

Risiko itu selalu ada dalam kegiatan apapun yang kita lakukan, apakah saat kita mengelola proyek, menentukan prioritas kerja, bertransaksi dengan pelanggan, dll.  

Risiko itu bersifat alamiah, karena yang terpenting adalah bagaimana kita mengelola risiko secara kontinyu & terintegrasi.  

Risiko itu perlu dikelola (managed) dengan baik, sebab proyek akan mengalami kerugian jika risiko tidak terkendali bahkan berubah menjadi masalah utama dalam pelaksanaan proyek.


Sehingga seluruh  personil proyek harus menyadari potensi risiko & penyebab munculnya risiko agar manajemen yang muncul ke permukaan adalah "manajemen risiko", bukan "manajemen berisiko".

"Manajemen Berisiko" akan menghasilkan keputusan yang tanpa pertimbangan matang & tanpa memperhatikan hal-hal yang dapat mengakibatkan kegagalan dalam pencapaian tujuan / sasaran.



Sementara "Manajemen Risiko" memiliki kerangka kerja yang merupakan implementasi Prinsip Manajemen Mutu (Deming's cycle), dimana kita mengenalnya sebagai konsep PDCA "Plan - Do - Check - Action / analyze". 

Istilah PDCA dalam manajemen risiko dinyatakan dengan (1) Perencanaan KK (kerangka kerja) ManRisk, (2) Penerapan ManRisk, (3) Monitoring & Review ManRisk, serta (4) Perbaikan berkelanjutan yang harus dikomunikasikan.



Sedangkan Proses Manajemen Risiko meliputi: (a) Identifikasi risiko (measure), (b) Asessmen / penilaian risiko, (c) Evaluasi rencana tindak lanjutnya, dan (d) Mengatur upaya tindaklanjut tersebut agar diterapkan (implementasi).




Berikut ini fakta mengenai Risiko:
  • Risiko itu bersifat alamiah.
  • Risiko itu harus disampaikan, jangan disembunyikan.
  • Risiko itu dapat "datang & pergi", juga dapat "muncul & tenggelam".
  • Perlu diingat, tidak semua risiko itu jelek / berdampak negatif bagi kita.
  • Bersahabatlah dengan risiko, karena risiko akan membuat diri kita sigap / siaga dgn berbagai upaya tindaklanjutnya.

My Office

PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk - Dept Industrial Plant (DIP)

Well... bicara soal office bukanlah tema yg "tepat" di blog ini. Yg pasti saat ini gw kerja di suatu BUMN Konstruksi yg cukup dikenal..

Yup, bener guys.. itulah WIKA.

Thn 2012 merupakan thn ke-4 gw di kantor ini, dgn 3 kali rotasi pekerjaan: PEP (dikenal dgn PPIC @ Wika steel), Procurement @ Wika steel, dan Komersial Operasi @ HO.

O iya, gw sempat mampir sebentar di bagian ADKON (administrasi kontrak yg mrpkan perwakilan Legal di setiap Departemen Operasi) skitar 2 bulan :-)

Emmhhhh.... suatu rotasi kerja yang penuh tantangan & ilmu... Thanks God for the job rotation ^_^